Menggagas Nasionalisme Humanis Bung Karno
KESENGSARAAN
dan penderitaan rakyat Indonesia dan masyarakat dunia ketiga,
tidak hanya melahirkan pemikiran humanisme universal. Kedua etos itu
melahirkan gagasan nasionalisme humanis yang merupakan kritik terhadap
nasionalisme barat yang agresif, dan didorong oleh etos kapitalisme
yang kemudian melahirkan imperialisme modern. Imperialisme inilah,
diyakini Bung Karno sebagai penyebab masyarakat negara-negara dunia
ketiga sulit ke luar dari kemelut kemiskinan dan keterbelakangan.
Kritik terhadap nasionalisme barat inilah, yang menjadi gagasan utama
nasionalisme humanis Bung Karno.
Pengantar
Nasionalisme
humanis dibangun atas dasar prinsip, setiap bangsa mampu memberikan
sumbangan dalam menegakkan harkat dan martabat manusia, serta untuk
pengembangan nilai-nilai humanisme sesuai dengan karakteristik dan
sifat-sifat bangsa itu. Tidak hanya paham kebebasan, keadilan dan
kesetaraan, tetapi paham toleransi adalah hal yang perlu mendapat
perhatian dalam tata pergaulan internasional. Nasionalisme yang
berlandaskan pada toleransi ini tidak hanya dapat menciptakan perdamaian
dunia, tetapi dapat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Gagasan
nasionalisme humanis itu merupakan garis besar pemikiran Bung Karno
yang didiskusikan dalam tulisan ini.
Nilai humanisme Meskipun dalam berbagai tulisan dapat ditelusuri, bahwa dasar pemikiran Bung Karno sarat dengan muatan nilai-nilai kemanusiaan hakiki bersifat universal, prinsip utama (asas) pemikiran bersumber pada tuntutan hati/budi nurani manusia (the social consicience of man). Tidak mengherankan bila Bung Karno muda dari awal berjuang, senantiasa menegaskan tuntutan revolusi rakyat Indonesia. Tidak hanya sekadar merdeka, tetapi lebih dari itu yaitu memperjuangkan kebebasan sesuai dengan kodrat manusia (hak-hak asasi manusia). Pemikiran ini tercermin antara lain dalam pidato Bung Karno.
Nilai humanisme Meskipun dalam berbagai tulisan dapat ditelusuri, bahwa dasar pemikiran Bung Karno sarat dengan muatan nilai-nilai kemanusiaan hakiki bersifat universal, prinsip utama (asas) pemikiran bersumber pada tuntutan hati/budi nurani manusia (the social consicience of man). Tidak mengherankan bila Bung Karno muda dari awal berjuang, senantiasa menegaskan tuntutan revolusi rakyat Indonesia. Tidak hanya sekadar merdeka, tetapi lebih dari itu yaitu memperjuangkan kebebasan sesuai dengan kodrat manusia (hak-hak asasi manusia). Pemikiran ini tercermin antara lain dalam pidato Bung Karno.
"....bahwa revolusi kita ini
adalah sebagian saja daripada revolusi kemanusiaan. Cita-cita revolusi
kita adalah, kataku, konggruen dengan the social consicience of man".
"....bahwa semboyan
kita adalah freedom to be free, bebas untuk merdeka. Buat apa ada
freedom of speech, freedom of creed, freedom from want, freedom of form
fear, jikalau tidak ada kebebasan untuk merdeka".
Setidaknya kutipan di
atas dapat dimaknai, perjuangan rakyat Indonesia yang dikobarkan Bung
Karno tidak hanya sebatas merebut kemerdekaan dari kolonial dan
tercukupinya sandang pangan, tetapi juga sebuah perjuangan aspirasi
kemanusiaan yang di dalamnya terkandung perjuangan untuk menegakkan
harkat dan martabat manusia. Tidak mengherankan bila arah perjuangan
Bung Karno adalah pembebasan anak manusia dari segala macam bentuk
penindasan dan ketidakadilan.
Di masa kolonial
Tahap awal perjuangan, Bung Karno muda berupaya membekali diri dengan pengetahuan tentang sosialis liberal, seluk beluk sistem Imperialisme, memahami kerangka analisis (epistimologis) Marxian, memperkaya pengalaman empiris, serta berusaha memahami realitas sosial dinamika kehidupan masyarakat, internasional dan nasional, pada awal dan pertengahan abad ke- 20. Berdasarkan pengetahuan itu Bung Karno berusaha mengkonstruksi sistem pengetahuan dan memformulasikan plat form perjuangan untuk membebaskan Indonesia dari penindasan kolonial. Plat form dirumuskan dalam bentuk azas Marhaenisme sebagai landasan organisasi perjuangan (PNI).
Tahap awal perjuangan, Bung Karno muda berupaya membekali diri dengan pengetahuan tentang sosialis liberal, seluk beluk sistem Imperialisme, memahami kerangka analisis (epistimologis) Marxian, memperkaya pengalaman empiris, serta berusaha memahami realitas sosial dinamika kehidupan masyarakat, internasional dan nasional, pada awal dan pertengahan abad ke- 20. Berdasarkan pengetahuan itu Bung Karno berusaha mengkonstruksi sistem pengetahuan dan memformulasikan plat form perjuangan untuk membebaskan Indonesia dari penindasan kolonial. Plat form dirumuskan dalam bentuk azas Marhaenisme sebagai landasan organisasi perjuangan (PNI).
Plat form disusun
berdasarkan realitas sosial bahwa tanpa melakukan perlawanan secara
revolusioner terhadap feodalisme, kolonialisme, kapitalisme, dan
imperialisme sangat tidak mungkin membebaskan anak bangsa dari
kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan penindasan manusia atas
manusia, serta penindasan bangsa atas bangsa. Pemikiran ini dijadikan
konsep dasar dalam menentukan strategi dan arah perjuangan. Pada tahap
ini Bung Karno merumuskan pemikiran itu ke dalam asas Marhaenisme.
Asas Marhaenisme bila
ditelusuri dari berbagai tulisan Bung Karno, mengandung
sosio-nasionalisme dan sosio demokrasi. Karena dalam asas Marhaenisme
sarat dengan nuansa untuk memperjuangkan kepentingan kaum tertindas,
dengan upaya menghapuskan pemerasan dan mempersatukan semua golongan
yang tertindas (Marhaen). Mempersatukan kekuatan semua golongan
tertindas yang antikapitalis dan imperialis, tampaknya, diletakkan
sebagai pilar utama untuk memperjuangkan tegaknya nilai-nilai
kemanusiaan.
Pada masa perjuangan
mencapai kemerdekaan, di tataran nasional semangat Marhaenisme
dijadikan kekuatan ideologi dalam menggalang dan menyusun kekuatan
(machtsvorming), dan mengarahkan kekuatan masa aksi untuk melawan dan
melepaskan diri dari penjajahan. Kesadaran politik kolektif kaum
Marhaen yang tertindas, dijadikan alat perekat dalam membangun semangat
kerjasama dan gotong royong untuk mencapai tujuan perjuangan, yakni
merebut kekuasaan dalam upaya melepaskan diri dari belenggu
kolonialisme, kapitalisme dan imperialisme.
Di ambang pintu
kemerdekaan, pemikiran Bung Karno itu menjadi sumber inspirasi dalam
merumuskan dasar negara, Pancasila. Pancasila dasar negara yang di
dalamnya terkandung semangat toleransi "semua buat semua". Pemikiran
itu jelas sebagai upaya untuk menyatukan semua golongan dan menyatukan
semua kepentingan golongan ke dalam satu kepentingan bangsa, dengan
semboyan berbeda-beda tetapi satu (Bhineka Tunggal Ika). Pancasila
sebagai perekat kepentingan bangsa mengandung nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan (humanistik), kebangsaan (persatuan), demokrasi dan
keadilan.
Pascakemerdekaan
Setelah kemerdekaan dicapai dan dapat dipertahankan, cita-cita luhur untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan universal mulai diperjuangkan. Usaha-usaha perbaikan sosial menuju kehidupan lebih manusiawi terus ditegakkan. Salah satu upaya untuk mencapai gagasan itu, diwujudkan dengan melawan kekuatan kolonialis, kapitalis, imperialis, melalui penggalangan kekuatan bangsa-bangsa tertindas melalui gerakan non-blok yang diawali dengan konsperensi Asia Afrika di Bandung. Gerakan ini melahirkan kesepakatan-kesepakatan penting menyangkut nasib bangsa-bangsa terjajah.
Setelah kemerdekaan dicapai dan dapat dipertahankan, cita-cita luhur untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan universal mulai diperjuangkan. Usaha-usaha perbaikan sosial menuju kehidupan lebih manusiawi terus ditegakkan. Salah satu upaya untuk mencapai gagasan itu, diwujudkan dengan melawan kekuatan kolonialis, kapitalis, imperialis, melalui penggalangan kekuatan bangsa-bangsa tertindas melalui gerakan non-blok yang diawali dengan konsperensi Asia Afrika di Bandung. Gerakan ini melahirkan kesepakatan-kesepakatan penting menyangkut nasib bangsa-bangsa terjajah.
Penggalangan kekuatan
nasionalisme negara-negara tertindas ini, menyebabkan kolonialisme
penjajah berangsur-angsur runtuh ditandai dengan lenyapnya penjajahan,
dan satu per satu bangsa-bangsa Asia Afrika merdeka dan terbebas dari
belenggu penjajahan yang menyengsarakan.
Setelah itu
konstelasi masyarakat internasional mengalami perubahan. Meskipun
kemerdekaan telah terwujud, tetapi kolonialisme dan imperialisme tetap
eksis. Melalui metamorfosa institusi, kapitalisme dan imperialisme
menjelma menjadi apa yang diyakini Bung Karno sebagai kapitalisme modern
dan imperialisme modern. Memanfaatkan lembaga-lembaga internasional
(PBB, IMF, dll), perusahaan multi dan trans nasional praktek
imperialisme tetap eksis, dan dengan berbagai upaya berusaha mendominasi
serta mensubordinasi bangsa-bangsa baru merdeka dunia ketiga. Dominasi
tidak secara fisik lagi, tetapi lebih bersifat ideologi di bungkus
teori mission sacree (misi suci) melalui kebijakan politik, ekonomi,
sosial budaya dan teknologi.
Tesis Bung Karno
tentang ancaman berubahnya imperialis dari tua ke modern yang
dipikirkan pada tahun 1930 an, menunjukkan kebenarannya saat ini.
Menurut keyakinan Bung Karno, Indonesia tidak akan bisa keluar dari
berbagai bencana, meskipun imperialisme overheersen (memerintah) telah
hilang, karena imperialisme beheersen (menguasai) akan dan telah siap
menggantikannya.
Dalam konteks
kekinian, realitas ini mengandung makna bahwa imperialisme overheerseen
(memerintah) atau dominasi secara perlahan digantikan oleh
imperialisme beheersen (menguasai). Imperialisme beheersen mempunyai
kemiripan dengan terminologi Gramsci, hegemoni. Melalui hegemoni, sistem
kapitalisme dan imperialisme menyusup secara perlahan melalui media
institusi ekonomi, sosial, politik, budaya, dan teknologi.
Dengan bahasa yang
berbeda, Bung Karno menggambarkan bahwa imperialisme modern menjadikan
Indonesia sebagai daerah penanaman modal (daerah pengusahaan dari
kapital lebih) dalam kegiatan perdagangan dan industri, membuat rakyat
menjadi bodoh dan kehilangan enersinya.
Ketika konstelasi
politik dunia masih diwarnai oleh dua kekuatan ideologis, yaitu
ideologi kapitalisme dan komunisme, masyarakat dunia mengalami perang
dingin. Kedua kekuatan itu secara nyata berusaha dengan berbagai cara
untuk mendominasi dunia. Dalam menyikapi situasi perang dingin itu dan
tetap berpegang teguh pada tuntutan hati/budi nurani manusia, yakni
pembebasan dari penindasan, eksploitasi kapitalis dan imperialis serta
untuk menciptakan perdamaian dunia, Bung Karno berusaha mengembangkan
beberapa pemikiran.
Pertama, pada tataran
internasional Bung Karno berusaha membangun kekuatan politik dengan
menggalang kekuatan negara-negara dunia ketiga ke dalam kekuatan
politik Non Blok. Kemudian kekuatan Dunia Ketiga ini oleh Bung Karno
disebut dengan New Emerging Forces (Nefo). Dengan penuh keyakinan Bung
Karno mengharapkan bahwa kekuatan Dunia Baru yang terdiri dari kekuatan
negara-negara Islam, Sosialis dan Nasionalis ini dapat mengurangi dan
menghalangi serta membebaskan negara-negara Asia dan Afrika dari
belenggu dominasi dua kekuatan dunia.
Untuk mendapat
dukungan dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, dan dihadapkan
dengan realitas sosial serta kehidupan politik saat itu, di dalam
negeri Bung Karno membentuk kekuatan politik dengan mengembangkan
strategi Nasakom (Nasional, Agama, dan Komunis). Strategi ini banyak
menapat sorotan dan kritikan tajam dari berbagai pihak, baik di dalam
negeri maupun luar negeri, karena dianggap memberikan peluang pada
komunis untuk berkembang dan berpengaruh di Indonesia. Bahkan, strategi
ini oleh lawan politik Bung Karno, terutama yang memihak kepentingan
kaum kapitalis dan imperialis, dipakai sebagai alat untuk menyerang dan
melemahkan posisi Bung Karno.
Menghadapi serangan
itu, sikap nonekonomi Bung Karno terhadap imperialisme modern semakin
radikal. Sebagai upaya menegakkan kedaulatan di bidang politik, salah
satu strategi yang diterapkan Bung Karno adalah menarik diri dari PBB,
yang saat itu dipandang sebagai instrumen imperialisme modern dalam
rangka memenuhi hasrat menguasai dunia ketiga.
Kedua, untuk tidak
tergantung dengan kapitalis dan imperialis, Bung Karno berusaha
menegakkan kedaulatan ekonomi dengan prinsip self help dan self
reliance. Pada tararan nasionalis diterapkan sistem ekonomi Berdikari
bersifat self containing. Kekuatan ekonomi rakyat diupayakan lepas dari
bayang-bayang dan pengaruh imperialisme modern. Sistem ekonomi
Berdikari bukan tertutup untuk investasi asing, tetapi memperluas
kerjasama internasional yang sejajar dan saling menguntungkan, serta
tidak menciptakan ketergantungan.
Ketiga, dalam bidang
budaya diupayakan Berkepribadian dalam Kebudayaan. Secara konsisten
Bung Karno menekankan bahwa perlu mengikis eksistensi budaya feodalis.
Penutup
Dari paparan di atas dapat kita cermati bahwa paham nasionalisme humanis Bung Karno tidak hanya dijadikan sebagai landasan utama perjuangan menegakkan kemerdekaan Indonesia, tetapi juga diupayakan sebagai dasar untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan universal, dengan mengorbankan toleransi dan semangat nasionalisme negara-negara dunia ketiga, agar terbebas dari penindasan dan ekploitasi. Juga dapat dicermati bahwa paham nasionalisme humanis dikonstruksikan berdasarkan pada prinsip humanistik egaletarian, menolak individualisme dan menolak dengan tegas penindasan (eksploitasi) serta menyerukan berjuang secara revolusioner untuk menghancurkan sistem kapitalis dan imperialis yang menindas anak manusia.
Dari paparan di atas dapat kita cermati bahwa paham nasionalisme humanis Bung Karno tidak hanya dijadikan sebagai landasan utama perjuangan menegakkan kemerdekaan Indonesia, tetapi juga diupayakan sebagai dasar untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan universal, dengan mengorbankan toleransi dan semangat nasionalisme negara-negara dunia ketiga, agar terbebas dari penindasan dan ekploitasi. Juga dapat dicermati bahwa paham nasionalisme humanis dikonstruksikan berdasarkan pada prinsip humanistik egaletarian, menolak individualisme dan menolak dengan tegas penindasan (eksploitasi) serta menyerukan berjuang secara revolusioner untuk menghancurkan sistem kapitalis dan imperialis yang menindas anak manusia.
Memperjuangkan
kebebasan, menegakkan kesamaan, keadilan, kedaulatan dan self
suffcient (kemandirian) adalah jalan untuk menciptakan dunia baru yang
damai. Tetapi, mengapa paham nasionalisme humanis seakan dilupakan
dalam mencari jalan keluar persoalan yang dihadapi bangsa akhir-akhir
ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar